Berdasarkan laporan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) yang diluncurkan tanggal 6 Februari 2024 ada hal menarik yang perlu dicermati. Hal yang dimaksud adalah bahwa sepanjang tahun 2023 telah terjadi peningkatan pelanggaran hak-hak digital termasuk yang berkaitan dengan pemilu di Indonesia.
Terkait dengan hal ini, dari sisi keamanan digital juga semakin mengkhawatirkan, yakni meningkatnya jumlah serangan digital, baik secara halus maupun kasar. Kebebasan berbicara sebagai salah satu unsur demokrasi, kini terperangkap dalam jaring labirin yang mengkhawatirkan. Juga, kritik terhadap kebijakan pemerintah seringkali dianggap sebagai ancaman, sementara partisipasi publik dalam pengambilan keputusan masih sering diabaikan.
Mengritisi Pasal Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
Di era ini, keseimbangan yang rapuh antara kebebasan berbicara dan keamanan siber (cyber) dalam melindungi aktivis menjadi perhatian penting. Kita menghadapi berbagai ancaman yang tak tampak namun nyata: represi dalam ruang digital. Adanya kemudahan akses informasi, terselip pula potensi pengawasan yang tak terhindarkan semakin meningkat. Media sosial (medsos) yang semula dianggap sebagai wahana kebebasan berekspresi, kini berubah menjadi panggung bagi represi digital.
Beberapa kasus serangan siber mampu menyasar siapa saja termasuk pegiat yang mengkritik pemerintah. Bahkan pasal karet UU ITE tidak hanya rentan menyasar kelompok kritis yang vokal seperti aktivis, tapi masyarakat biasa pun terancam. Sebab, masih ada pasal-pasal ‘karet’ di revisi kedua UU ITE yang masih memuat pasal-pasal bermasalah seperti pencemaran nama baik, ujaran kebencian (hate speech) , informasi palsu, dan penutupan akses. Keberadaan pasal-pasal ini hanya akan memperpanjang ancaman bagi publik mendapatkan informasi dan hak kebebasan berekspresi di Indonesia.
Terkait dengan hal tersebut, DPR bersama Pemerintah juga menambahkan ketentuan baru, termasuk Pasal 27A yang berkaitan dengan penyerangan terhadap kehormatan atau nama baik seseorang. Namun, ketentuan ini tampaknya masih fleksibel dan berpotensi digunakan untuk mengkriminalisasi individu yang mengemukakan kritik. Selain itu, ada juga Pasal 27B yang membahas tentang ancaman pencemaran.
Pasal tersebut antara lain berbunyi:
Pasal 27B ayat (1) berbunyi setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang dengan ancaman kekerasan untuk:
Pasal 2B ayat (2) berbunyi setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan ancaman pencemaran atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa orang supaya:
Mengritisi pasal-pasal di atas ternyata masih bermasalah. Selain pasal-pasal pemidanaan, ternyata hasil revisi kedua UU ITE masih mempertahankan pasal 40 yang memberikan kewenangan luas bagi pemerintah untuk memutus akses terhadap informasi yang dianggap mengganggu ketertiban dan melanggar hukum.
Hingga kini aktivis seringkali menjadi sasaran serangan siber yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang ingin membungkam suara-suara kritis dengan berbagai metode, mulai serangan phishing, malware. Dan, bahkan serangan terhadap infrastruktur digital dapat digunakan untuk memata-matai, memblokir, atau bahkan melumpuhkan aktivitas online para aktivis.
Pandangan Joel Feinberg
Kebebasan berekspresi adalah sebuah hak yang dijunjung tinggi dalam masyarakat demokratis. Joel Feinberg, filsuf politik dan hukum berkebangsaan Amerika mempunyai pandangan menarik terkait batasan-batasan yang diperlukan dalam hak ini.
Feinberg menekankan bahwa kebebasan berekspresi tidaklah bersifat absolut. Ia memperkenalkan konsep “prinsip kerugian”, yang menyatakan bahwa kebebasan individu dapat dibatasi ketika tindakan tersebut menimbulkan kerugian atau bahaya bagi orang lain.
Namun, Feinberg juga memperingatkan bahwa pembatasan tersebut harus berdasarkan pada bukti konkret bahwa tindakan tersebut menyebabkan kerugian atau bahaya yang nyata. Artinya, tidak setiap tindakan yang menimbulkan ketidaknyamanan atau keberatan secara langsung dapat dibatasi.
Feinberg mengakui pentingnya kebebasan berekspresi sebagai instrumen untuk memengaruhi perubahan pikiran yang diinginkan, terutama dalam konteks demokrasi dan perubahan kebijakan publik. Baginya, setiap individu harus dapat mengemukakan pendapatnya sendiri tentang isu-isu kebijakan publik, namun juga penting bagi mereka untuk memiliki akses yang merata terhadap pandangan dan argumen sesama (dengan sarana untuk berbicara juga menjadi hal yang penting), serta membuka akses ke kebenaran sehingga pemerintah memiliki motivasi untuk memperbaiki kebijakan sosial.=
Pandangan Feinberg ini memberikan sudut pandang (perspective) yang penting dalam memahami kompleksitas batasan kebebasan berekspresi. Ia mengingatkan kita untuk selalu mempertimbangkan keseimbangan antara hak individu untuk berekspresi dan tanggung jawab terhadap dampak sosial dan moral dari tindakan tersebut. Dalam konteks yang terus berubah dan berkembang, pemahaman yang akurat tentang batasan-batasan ini menjadi kunci dalam menjaga keharmonisan dan keadilan dalam masyarakat yang demokratis.
Langkah Penyelamat
Sementara itu, masyarakat sipil (civil society) perlu disosialisasikan dengan pengetahuan tentang ancaman keamanan siber dan keterampilan untuk melindungi diri mereka sendiri. Dengan membangun kesadaran terhadap risiko-risiko ini, dimaksudkan akan menjadi lebih siap dalam menghadapi serangan siber yang mungkin terjadi kapan saja dan kepada siapa saja.
Untuk merespon hal ini perlu kesadaran kolektif untuk menghadapi ancaman digital yang ke depan akan semakin represi. Perlindungan terhadap kebebasan berpendapat dan privasi online harus menjadi prioritas utama. Selain itu, diperlukan kerjasama di antara pemerintah, sektor swasta/platform, dan masyarakat sipil untuk menerapkan kebijakan yang memperkuat perlindungan terhadap hak-hak individu dan melindungi kebebasan berbicara di digital. Pentingnya keamanan informasi juga tercermin pada standar dan regulasi yang di buat oleh pemerintah untuk memastikan bahwa informasi sensitif mereka terlindungi dari ancaman serangan digital.
Platform teknologi memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan instrumen yang aman untuk melindungi privasi penggunanya. Hal ini dimaksudkan agar para pejuang hak asasi manusia dapat terus berjuang tanpa takut terhadap ancaman di ruang digital.•
REFERENSI:
[1] Angelo. J. Corlett, The Philosophy of Joel Feinberg. The Journal of Ethics, Vol. 10, No. 1/2 (Jan., 2006), p. 133.
[2] Joel Feinberg, Freedom and Fulfillment (Princeton: Princeton University Press, 1992), p. 150-151