Jangan Bilang “Tolong” dan “Terima Kasih” ke ChatGPT – Ini Alasannya!

Dalam kehidupan sehari-hari, kita diajarkan untuk bersikap sopan—mengucapkan “tolong” saat meminta bantuan dan “terima kasih” saat menerima sesuatu. Tapi ketika berbicara dengan chatbot seperti ChatGPT, apakah kebiasaan ini tetap berlaku? Ternyata, menurut sebagian pengguna dan ahli etika teknologi, kita justru nggak perlu (dan memang tidak wajib) mengucapkan “tolong” atau “terima kasih” saat menggunakan layanan kecerdasan buatan. Kenapa bisa begitu? Yuk, kita kupas tuntas!

ChatGPT Bukan Manusia

Hal pertama yang harus kita pahami adalah: ChatGPT bukan manusia. Ia adalah program berbasis AI yang dirancang untuk memahami perintah, memproses bahasa alami, dan memberikan jawaban yang relevan. Berbeda dengan manusia, ChatGPT tidak memiliki emosi, ego, atau kebutuhan akan penghargaan secara personal.

Ucapan “tolong” atau “terima kasih” memang tidak akan menyakiti atau menyenangkan hati ChatGPT. Bagi sistem AI, kalimat tersebut hanyalah input data seperti kalimat lainnya. Jadi, dari sisi efisiensi, menyisipkan kata-kata sopan seperti itu justru bisa membuat perintah jadi kurang fokus atau bahkan membingungkan konteksnya.

Etika Digital di Era AI

Meski ChatGPT tidak memiliki perasaan, bukan berarti kita boleh bersikap semaunya. Etika digital tetap penting, terutama dalam dunia yang semakin dipenuhi oleh teknologi berbasis AI. Yang menarik adalah, beberapa pakar justru menyarankan untuk tidak terlalu memanusiakan AI agar kita tetap bisa membedakan mana manusia dan mana mesin.

Menurut profesor etika teknologi di MIT, Sherry Turkle, manusia cenderung mudah terikat secara emosional pada teknologi jika diberi ruang untuk berinteraksi secara ‘manusiawi’. Ini bisa menyebabkan ketergantungan emosional yang tidak sehat. Maka dari itu, membiasakan diri memperlakukan AI sebagai alat kerja, bukan teman atau manusia, adalah langkah bijak.

Apa yang Terjadi Jika Tetap Mengucapkannya?

Tenang, tidak ada yang salah secara teknis. ChatGPT tidak akan menolak permintaanmu hanya karena kamu menambahkan “tolong” atau “terima kasih”. Bahkan sebagian pengguna merasa lebih nyaman dan natural ketika menggunakan bahasa sopan saat berbicara dengan AI.

Namun dari sisi fungsionalitas, kalimat sopan itu tidak memberikan pengaruh terhadap kualitas jawaban. Sistem tetap akan memproses permintaan berdasarkan inti dari perintah yang kamu berikan.

Misalnya:

  • “Tolong buatkan artikel tentang tips menabung untuk pelajar.”
  • “Buatkan artikel tentang tips menabung untuk pelajar.”

Keduanya akan menghasilkan respons yang sama, selama struktur perintahnya jelas dan spesifik.

Gaya Bicara Efisien Lebih Disarankan

Banyak penulis konten, digital marketer, dan pengguna teknis ChatGPT menyarankan untuk menggunakan gaya bahasa yang langsung ke tujuan. Kenapa? Karena semakin spesifik dan to the point kamu dalam memberi perintah, semakin akurat pula hasil yang diberikan.

Contoh:

  • Kurang efisien: “Hai ChatGPT, boleh bantu saya ya? Tolong dong buatin deskripsi produk baju casual pria, ya. Terima kasih sebelumnya!”
  • Efisien: “Buatkan deskripsi produk baju casual pria, panjang 100 kata, dengan gaya promosi santai.”

Perintah yang kedua jelas lebih tepat sasaran.

Apa Manfaat Tidak Menggunakan “Tolong” dan “Terima Kasih” ke AI?

  1. Hemat waktu – Kamu tidak perlu mengetik kata-kata tambahan yang sebenarnya tidak diperlukan.
  2. Fokus pada hasil – Sistem akan lebih mudah memahami permintaan yang langsung pada inti masalah.
  3. Menghindari personifikasi – Kamu akan tetap sadar bahwa ini adalah alat bantu, bukan teman ngobrol.
  4. Latihan komunikasi teknis – Cocok untuk yang ingin memperdalam skill prompt engineering.

Apakah Ini Berarti Kita Harus Bersikap Kasar ke AI?

Tentu tidak. Meskipun tidak perlu sopan seperti ke manusia, kamu tetap bisa menjaga bahasa yang bersih dan jelas. Hindari bahasa kasar, menyimpang, atau menyerang—meskipun AI tidak akan “tersinggung”, tetap saja ini membentuk kebiasaan komunikasi yang kurang sehat, apalagi jika nanti terbawa ke interaksi antar manusia.

Tapi… Kalau Sudah Terlanjur Sopan Gimana?

Santai aja! Kalau kamu merasa nyaman menggunakan “tolong” dan “terima kasih”, silakan lanjutkan. Banyak orang merasa lebih beretika dan seimbang secara emosional saat menerapkan kebiasaan sopan santun, bahkan ke chatbot. Ini soal preferensi pribadi. Artikel ini hanya memberikan sudut pandang dari sisi efisiensi dan etika digital.

Poinnya ChatGPT adalah alat bantu canggih berbasis AI yang dirancang untuk memproses perintah dengan cepat dan akurat. Kamu tidak perlu mengucapkan “tolong” atau “terima kasih” agar ChatGPT bekerja lebih baik—karena sistem ini tidak memahami sopan santun seperti manusia. Namun, menjaga etika tetap penting agar kita tetap bisa memposisikan teknologi sebagai alat, bukan pengganti interaksi manusia.

Dengan memahami cara berinteraksi yang efisien dan tepat sasaran, kamu bisa memaksimalkan manfaat dari penggunaan AI dalam keseharian, baik untuk kerja, belajar, maupun hiburan. Yuk, biasakan komunikasi yang ringkas, jelas, dan produktif—terutama dengan teknologi seperti ChatGPT.

Tagged with:
AIChatGPTteknologi

Penikmat Teh Tawar dan Petualang di Waktu Senggang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You might also like
Login Pakai Google atau Facebook, Praktis atau Berisiko? Ini Fakta yang Perlu Kamu Tahu!

Login Pakai Google atau Facebook, Praktis atau Berisiko? Ini Fakta yang Perlu Kamu Tahu!

Segini Kecepatan Jaringan 10G China Dibanding Rata-rata Internet Dunia

Segini Kecepatan Jaringan 10G China Dibanding Rata-rata Internet Dunia

iPhone Cepat Ngedrop? Ini Penyebab Battery Health Turun Diam-diam

iPhone Cepat Ngedrop? Ini Penyebab Battery Health Turun Diam-diam

Ketika Imajinasi Visual Menjadi Ajang Rebutan Digital

Ketika Imajinasi Visual Menjadi Ajang Rebutan Digital

“Adolescence” dan Sisi Gelap Media Sosial: Ketika Dunia Maya Menjadi Cermin Luka Remaja

“Adolescence” dan Sisi Gelap Media Sosial: Ketika Dunia Maya Menjadi Cermin Luka Remaja

Bahaya Laten Kecanduan Gadget bagi Remaja: Saat Dunia Nyata Mulai Terlupakan

Bahaya Laten Kecanduan Gadget bagi Remaja: Saat Dunia Nyata Mulai Terlupakan